PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR (NASABAH)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR
(NASABAH) DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Seiring terus meningkatnya
kebutuhan masyarakat di berbagai bidang kehidupan, meningkat pula
kebutuhan terhadap pendanaan. Sebagian besar dana yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam
atau perjanjian kredit. Lembaga perbankan adalah salah satu lembaga yang
berfungsi untuk menyimpan dan menyalurkan dana kepada masyarakat berupa
kredit untuk memenuhi kebutuhannya.
Perjanjian
kredit yang ada di masyarakat hampir keseluruhan menggunakan perjanjian
baku karena sangat efisien dan proses pinjam meminjam uang bisa lebih
cepat. Konsekuensinya perjanjian baku ini menempatkan debitur (nasabah)
dalam posisi yang lemah dan tidak mempunyai hak untuk memilih apa saja
yang berarti dari keseluruhan persyaratan yang ditawarkan dalam
perjanjian kredit. Meskipun demikian, perjanjian ini tumbuh karena
keadaan menghendakinya dan harus diterima
sebagai kenyataan.
TUJUAN
Sejalan
dengan perumusan latar belakang yang telah diuraikan diatas, tulisan ini
bertujuan untuk mengkaji akibat hukum perjanjian baku bagi debitur
(nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan, serta
menganalisis bagaimana perlindungan hukum bagi debitur (nasabah) dalam
pelaksanaan perjanjian kredit perbankan ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
BAHASAN
A. Akibat
Hukum Perjanjian Baku Bagi Debitur (Nasabah) Dalam Pelaksanaan
Perjanjian Kredit Perbankan Keberatan-keberatan terhadap perjanjian baku
antara lain adalah karena isi dan syarat-syarat sudah dipersiapkan oleh
salah satu pihak, tidak mengetahui isi dan syaratsyarat perjanjian baku
dan kalaupun tahu tidak mengetahui jangkauan akibat hukumnya, salah
satu pihak secara ekonomis lebih kuat, ada unsur “terpaksa” dalam
menandatangani perjanjian. Adapun alasan penciptaan perjanjian baku
adalah demi efisiensi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perjanjian baku
bertentangan baik dengan asas-asas hukum perjanjian (Pasal 1320 jo
Pasal 1338 KUHPerdata) maupun kesusilaan. Akan tetapi di dalam praktek,
perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima
sebagai kenyataan. Dengan demikian akibat hukum perjanjian baku bagi
debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan yaitu
debitur (nasabah) sebagai pihak yang lemah harus menyetujui dan tunduk
kepada syarat-syarat dan ketentuanketentuan dalam perjanjian kredit yang
sudah dibakukan oleh bank tanpa adanya kesepakatan diantara para pihak
mengenai kredit dan aturan-aturan kreditnya.
B. Perlindungan Hukum Bagi Debitur
(Nasabah) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perbankan Ditinjau Dari
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Adanya perlindungan hukum bagi
debitur (nasabah) selaku konsumen di bidang perbankan menjadi urgen,
karena secara faktual kedudukan antara para pihak seringkali tidak
seimbang. Adanya kondisi demikian, melatarbelakangi substansi U
ndang-Undang Perlindungan Konsumen untuk memberikan pengaturan mengenai
ketentuan pencantuman klausula baku antara lain: pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau
tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti, pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian yang menyatakan pengalihan
tanggungjawab pelaku usaha, serta hal-hal lain yang merugikan debitur
(nasabah).
Walaupun ketentuan mengenai klausula baku sudah diatur
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, akan tetapi pada kenyataannya
seringkali masih terjadi pelanggaran sehingga akan merugikan
kepentingan nasabah. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak bank
untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir terjadinya kerugian
bagi nasabah karena memang harus dalam bentuk perjanjian baku, antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Memberikan peringatan secukupnya kepada para nasabahnya akan adanya danberlakunya klausula-klausula penting dalam perjanjian.
2. Pemberitahuan dilakukan sebelum atau pada saat penandatanganan perjanjian kredit/pembiayaan.
3. Dirumuskan dalam kata-kata dan kalimat yang jelas.
4. Memberikan kesempatan yang cukup bagi debitur untuk mengetahui isi perjanjian.
Dengan kerjasama yang baik antara pihak bank dengan nasabah, khususnya dalam hal adanya perjanjian baku mengenai kredit atau pembiayaan, serta pembukaan rekening di bank maka diharapkan akan lebih mengoptimalkan perlindungan hukum bagi nasabah, sehingga dapat meminimalisir dispute yang berkepanjangan di kemudian hari.
Dengan kerjasama yang baik antara pihak bank dengan nasabah, khususnya dalam hal adanya perjanjian baku mengenai kredit atau pembiayaan, serta pembukaan rekening di bank maka diharapkan akan lebih mengoptimalkan perlindungan hukum bagi nasabah, sehingga dapat meminimalisir dispute yang berkepanjangan di kemudian hari.
KESIMPULAN
A. Akibat
hukum perjanjian baku bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan
perjanjian kredit perbankan yaitu debitur (nasabah) harus tunduk pada
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang telah
dibakukan sepihak oleh bank tanpa adanya kesepakatan diantara para pihak
mengenai kredit dan aturan-aturan kreditnya.
B. Perlindungan hukum
bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan
ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen terletak pada adanya
kewajiban bagi pihak bank untuk mengindahkan tata cara pembuatan
klausula baku baik bentuk maupun substansinya dalam hal pembuatan
perjanjian kredit/pembiayaan untuk melindungi kepentingan-kepentingan
debitur (nasabah).
No Comment to " PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR (NASABAH) "